JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH SEKARANG TELAH BERADA BERKAH ALLAH TA'ALA BERSEMAYAM DALAM DADA, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH DISINI KAMI BERMUNAJAH BERKAH NUR ROSULALLAH TERPANCAR DALAM WAJAH, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH TERDIRI PARA REMAJA PEMUDA MENGHARAP RIDHO ALLAH TA'ALA ATAS DOSA-DOSA YANG ADA, YA ALLAH YANG MAHA AGUNG DISINI KAMI BERSIMPU SAMPAI USIAKU TAK MAMPU KARENA ALLAH TA'ALA YANG MAHA SATU

Taruhan Bahaya

Pada suatu sore ketika Abu Nawas ke warung teh kawan-kawannya sudah

berada di situ. Mereka memang sengaja sedang menunggu Abu Nawas.

"Nah ini Abu Nawas datang." kata salah seorang dari mereka.

"Ada apa?" kata Abu Nawas sambil memesan secangkir teh hangat.

"Kami tahu engkau selalu bisa melepaskan diri dari perangkap-perangkap yang

dirancang Baginda Raja Harun Al Rasyid. Tetapi kami yakin kali ini engkau pasti

dihukum Baginda Raja bila engkau berani melakukannya." kawan-kawan Abu

Nawas membuka percakapan.

"Apa yang harus kutakutkan. Tidak ada sesuatu apapun yang perlu ditakuti

kecuali kepada Allah Swt." kata Abu Nawas menentang.

"Selama ini belum pernah ada seorang pun di negeri ini yang berani memantati

Baginda Raja Harun Al Rasyid. Bukankah begitu hai Abu Nawas?" tanya kawan

Abu Nawas.

"Tentu saja tidak ada yang berani melakukan hal itu karena itu adalah

pelecehan yang amat berat hukumannya pasti dipancung." kata Abu Nawas

memberitahu.

"Itulah yang ingin kami ketahui darimu. Beranikah engkau melakukannya?"

"Sudah kukatakan bahwa aku hanya takut kepada Allah Swt. saja. Sekarang apa

taruhannya bila aku bersedia melakukannya?" Abu Nawas ganti bertanya.

"Seratus keping uang emas. Disamping itu Baginda harus tertawa tatkala engkau

pantati." kata mereka. Abu Nawas pulang setelah menyanggupi tawaran yang

amat berbahaya itu.

Kawan-kawan Abu Nawas tidak yakin Abu Nawas sanggup membuat Baginda

Raja tertawa apalagi ketika dipantati. Kayaknya kali ini Abu Nawas harus

berhadapan dengan algojo pemenggal kepala.

Minggu depan Baginda Raja Harun Al Rasyid akan mengadakan jamuan

kenegaraan. Para menteri, pegawai istana dan orang-orang dekat Baginda

diundang, termasuk Abu Nawas. Abu Nawas merasa hari-hari berlalu dengan

cepat karena ia harus menciptakan jalan keluar yang paling aman bagi

keselamatan lehernya dari pedang algojo. Tetapi bagi kawan-kawan Abu Nawas

hari-hari terasa amat panjang. Karena mereka tak sabar menunggu pertaruhan

yang amat mendebarkan itu.

Persiapan-persiapan di halaman istana sudah dimulai. Baginda Raja

menginginkan perjamuan nanti meriah karena Baginda juga mengundang rajaraja

dari negeri sahabat.




Ketika hari yang dijanjikan tiba, semua tamu sudah datang kecuali Abu Nawas.

Kawan-kawan Abu Nawas yang menyaksikan dari jauh merasa kecewa karena

Abu Nawas tidak hadir. Namun temyata mereka keliru. Abu Nawas bukannya

tidak datang tetapi terlambat sehingga Abu Nawas duduk di tempat yang paling

belakang.

Ceramah-ceramah yang mengesankan mulai disampaikan oleh para ahli pidato.

Dan tibalah giliran Baginda Raja Harun Al Rasyid menyampaikan pidatonya.

Seusai menyampaikan pidato Baginda melihat Abu Nawas duduk sendirian di

tempat yang tidak ada karpetnya. Karena merasa heran Baginda bertanya,

"Mengapa engkau tidak duduk di atas karpet?"

"Paduka yang mulia, hamba haturkan terima kaslh atas perhatian Baginda.

Hamba sudah merasa cukup bahagia duduk di sini." kata Abu Nawas.

"Wahai Abu Nawas, majulah dan duduklah di atas karpet nanti pakaianmu kotor

karena duduk di atas tanah." Baginda Raja menyarankan. "Ampun Tuanku yang

mulia, sebenarnya hamba ini sudah duduk di atas karpet."

Baginda bingung mendengar pengakuan Abu Nawas. Karena Baginda melihat

sendiri Abu Nawas duduk di atas lantai. "Karpet yang mana yang engkau

maksudkan wahai Abu Nawas?" tanya Baginda masih bingung.

"Karpet hamba sendiri Tuanku yang mulia. Sekarang hamba selalu membawa

karpet ke manapun hamba pergi." Kata Abu Nawas seolah-olah menyimpan

misteri.

"Tetapi sejak tadi aku belum melihat karpet yang engkau bawa." kata Baginda

Raja bertambah bingung.

"Baiklah Baginda yang mulia, kalau memang ingin tahu maka dengan senang

hati hamba akan menunjukkan kepada Paduka yang mulia." kata Abu Nawas

sambil beringsut-ringsut ke depan. Setelah cukup dekat dengan Baginda, Abu

Nawas berdiri kemudian menungging menunjukkan potongan karpet yang

ditempelkan di bagian pantatnya. Abu Nawas kini seolah-olah memantati

Baginda Raja Harun Al Rasyid. Melihat ada sepotong karpet menempel di pantat

Abu Nawas, Baginda Raja tak bisa membendung tawa sehingga beliau

terpingkal-pingkal diikuti oleh para undangan.

Menyaksikan kejadian yang menggelikan itu kawan-kawan Abu Nawas merasa

kagum.

Mereka harus rela melepas seratus keping uang emas untuk Abu Nawas.

oo000oo

0 komentar: