JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH SEKARANG TELAH BERADA BERKAH ALLAH TA'ALA BERSEMAYAM DALAM DADA, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH DISINI KAMI BERMUNAJAH BERKAH NUR ROSULALLAH TERPANCAR DALAM WAJAH, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH TERDIRI PARA REMAJA PEMUDA MENGHARAP RIDHO ALLAH TA'ALA ATAS DOSA-DOSA YANG ADA, YA ALLAH YANG MAHA AGUNG DISINI KAMI BERSIMPU SAMPAI USIAKU TAK MAMPU KARENA ALLAH TA'ALA YANG MAHA SATU

Botol Ajaib

Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu

memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas

yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.

Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah

senyuman.

"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku

kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya

Abu Nawas.

"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya."

kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak

memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung

bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar

angin.

Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.

Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat.

Sedangkan angin tidak.

Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas

pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak

begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan

merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang

jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia

yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan

terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol

sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk

menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari

terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu

Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman

karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana.

Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan

lampu wasiatnya.

"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la

berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat

mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu

gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal

karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.

"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"

"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil

mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan

botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu.

"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.

"Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.

"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.

"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu

angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas

menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau

kentut yang begitu menyengat hidung.

"Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang

mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena

hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba

memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas

ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk

akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.

0 komentar: