JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH SEKARANG TELAH BERADA BERKAH ALLAH TA'ALA BERSEMAYAM DALAM DADA, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH DISINI KAMI BERMUNAJAH BERKAH NUR ROSULALLAH TERPANCAR DALAM WAJAH, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH TERDIRI PARA REMAJA PEMUDA MENGHARAP RIDHO ALLAH TA'ALA ATAS DOSA-DOSA YANG ADA, YA ALLAH YANG MAHA AGUNG DISINI KAMI BERSIMPU SAMPAI USIAKU TAK MAMPU KARENA ALLAH TA'ALA YANG MAHA SATU

Membalas Pembuatan Raja

Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi

beberapa pekerja kerajaan atas titan langsung Baginda Raja membongkar

rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda

bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata

yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata

emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan Baginda juga tidak meminta maaf

kepada Abu Nawas. Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu

Nawas memendam dendam.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat

untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak

dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas

tetap tidak beranjak. Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai

menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi." Abu

Nawas berkata kepada istrinya.

"Untuk apa?" tanya istrinya heran.

"Membalas Baginda Raja." kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri

Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk

hormat dan berkata,

"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan

perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang.



Mereka memasuki rumah hamba

tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba."

"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergap

Baginda kasar.

"Lalat-lalat ini, Tuanku." kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.

"Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan

perlakuan yang tidak adil ini."

"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"

"Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa

dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu." Baginda Raja tidak bisa

mengelakkan diri menotak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para

menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat

surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di

manapun mereka hinggap.

Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya

hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang

sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan

memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.

Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas

bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana

dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas

tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda

Raja.

Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang

telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa

puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang

hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia

sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas

yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah

menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang

yang mengusiknya.

Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di

rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.

0 komentar: