JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH SEKARANG TELAH BERADA BERKAH ALLAH TA'ALA BERSEMAYAM DALAM DADA, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH DISINI KAMI BERMUNAJAH BERKAH NUR ROSULALLAH TERPANCAR DALAM WAJAH, JAM'IYYAH NURUSSA'ADAH TERDIRI PARA REMAJA PEMUDA MENGHARAP RIDHO ALLAH TA'ALA ATAS DOSA-DOSA YANG ADA, YA ALLAH YANG MAHA AGUNG DISINI KAMI BERSIMPU SAMPAI USIAKU TAK MAMPU KARENA ALLAH TA'ALA YANG MAHA SATU

Gelar Imam, Syekh dan Habib

Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf 
Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum `Alawi di Hadramaut 
dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar 
tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada 
tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah :
 
IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai 
perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi 
kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir 
tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah 
Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, 
Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri. 
 
SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai 
dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan 
berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya 
jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh 
besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, 
dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa 
Arab, teologi dan fikih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar 
ahli fiqih. Ia juga secara resmi masuk ke dunia tasawuf dan 
mencetuskan tarekat `Alawi. Sejak kecil ia menuntut ilmu dari 
berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits serta mendalami 
ilmu fiqih. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan seorang 
tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syekh Abdurahman al-Muq'ad untuk 
menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, 
tetapi sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-
Saleh melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah 
membaiat dan mengenakan khiqah berupa sepotong baju sufi kepada al-
Faqih al-Muqaddam. Walaupun menjadi orang sufi, ia terus menekuni 
ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqih dan tasawuf serta ilmu-
ilmu lain yang dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupan sufi 
banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama di 
kalangan `Alawi. 
 
Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia memulai 
pendidikannya pada ayah dan kakeknya lalu meneruskan pendidikannya 
di Yaman dan Hijaz dan belajar pada ulama-ulama besar. Ia kemudian 
bermukim dan mengajar di Mekkah dan Madinah hingga digelari Imam al-
Haramain dan Mujaddid abad ke 8 Hijriyah. Ketika Saudaranya Imam Ali 
bin Alwi meninggal dunia, tokoh-tokoh Hadramaut menyatakan bela 
sungkawa kepadanya sambil memintanya ke Hadramaut untuk menjadi da'i 
dan guru mereka. Ia memenuhi permintaan tersebut dan berhasil 
mencetak puluhan ulama besar. 
 



Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi
bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia digelari al-Saqqaf karena 
kedudukannya sebagai pengayom dan Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. 
Pemula famili al-Saqqaf ini adalah ulama besar yang mencetak 
berpuluh ulama termasuk putranya sendiri Umar Muhdhar. Ia juga 
sangat terkenal karena kedermawanannya. Ia mendirikan sepuluh masjid 
serta memberikan harta wakaf untuk pembiayaannya. Ia memiliki banyak 
kebun kurma. Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf adalah imam dalam 
ilmu dan tokoh dalam tasawuf. Ia terkenal karena kedermawanannya. Ia 
menjamin nafkah beberapa keluarga. Rumahnya tidak pernah sepi dari 
tamu. Ia mendirikan tiga buah masjid. Menurut Muhammad bin Abu Bakar 
al-Syilli, ia telah mencapai tingkat mujtahid mutlaq dalam ilmu 
syariat. Ia meninggal ketika sujud dalam shalat Dzuhur.
 
Abdullah al-Aidrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. 
Hingga usia 10 tahun, ia dididik ayahnya dan setelah ayahnya wafat 
ia dididik pamannya Umar Muhdhar hingga usia 25 tahun. Ia ulama 
besar dalam syariat, tasawuf dan bahasa. Ia giat dalam menyebarkan 
ilmu dan dakwah serta amat tekun beribadah. 
 
Ali bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Ia menulis 
sebuah wirid yang banyak dibaca orang hingga abad ke 21 ini. Ia 
terkenal dalam berbagai ilmu, khususnya tasawuf. Menurut Habib 
Abdullah al-Haddad, ia merupakan salaf ba'alawi terakhir yang harus 
ditaati dan diteladani. 
 
HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai 
dengan mulai membanjirnya hijrah kaum `Alawi keluar Hadramaut. Dan 
di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang 
peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya 
kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri di 
kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di 
Filipina. Tokoh utama `Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi 
al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan 
menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia telah menghafal 
alquran. Ia berilmu tinggi dalam syariat, tasawuf dan bahasa arab. 
Banyak orang datang belajar kepadanya. Ia juga menulis beberapa 
buku. Pada tahap ini juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah 
Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh 
Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin 
Zein al-Habsyi. 
 
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran 
kecermelangan kaum `Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam 
Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah 
Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-
Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar. Sejarawan Hadramaut 
Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba'alawi 
dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang 
paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di 
Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali 
di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
 
Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawi 
digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi 
Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya 
maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawi) 
hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam 
al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan 
Alawi hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwi bin 
Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin 
Isa yang lahir di Hadramaut. Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di 
Hadramaut ini dinamakan Alawiyin diambil dari nama cucu beliau Alwi 
bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul

0 komentar: